Rumus :
X2=
Keterangan:
X2 : Chi-Square
fo : frekuensi observasi/nilai yang diperoleh dari penelitian
fh : frekuensi harapan/nilai yang diharapkan
Rumus :
X2=
Keterangan:
X2 : Chi-Square
fo : frekuensi observasi/nilai yang diperoleh dari penelitian
fh : frekuensi harapan/nilai yang diharapkan
II. Analisa data
No | Data | Masalah |
1
2 | DS: Keluarga mengatakan bahwa 1 kamar dalam rumahnya ditempati oleh dia, istrinya dan anaknya, satu kamar ditempati oleh anaknya dan satu lagiditempati oleh kakaknya. Keluarga juga mengatakan rumahnya belum selesai dibangun.
DO : Rumah bapak WS terbuat dari batako yang belum di plester, tembok rumah dan kaca rumah tampak kotor. Halaman rumah bapakWS juga tampak kotorserta di sekitar halaman rumah masih tampak banyak sampah
DS : - Keluarga mengatakan bahwa kalau anak bungsunya KAW mengalami masalah dalam hal pemenuhan gizi (gizi buruk) dari petugas kesehatan - Keluarga mengatakan bahwa mereka tidak pernah membuat menu atau diet khusus untuk anaknya KAW, mereka memberikan nasi sejak umur KAW berumur 1 tahun DO : - Keluarga WS kurang mengerti tentang perawatan anak sakit - BB KAW yang berumur 16 bulan adalah 7 Kg
| Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah
Pemeliharaaan kesehatan tidak efektif |
III Rumusan Masalah
1. Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan rumah ditandaai dengan keluarga mengatakan bahwa 1 kamar ditempati oleh bapak WS, istrinya dan 2 orang anaknya. Satu kamar ditempati oleh anak pertamanya dan 1 kamar lagi ditempati oleh kakak bapak WS. Rumah bapak WS terbuat dari batako yang belum di plester, tembbok rumah dan kaca rumah tampak kotor dan di sekitar halaman rumah masih tampak banyak sampah.
2. Perawatan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga dalam merawat anak yang sakit ditandai dengan keluarga mengatakan mereka mengetahui bahwa anak bungsunya mengalami gangguan pemenuhan gizi (gizi buruk) dari petugas kesehatan, keluarga mengatakn tidak pernah membuat menu khusus/diet untuk anaknya dan KAW telahdiberikan nasi sejak umur 1 tahun, BB KAW yang berumur 16 bulan adalah 7 Kg.
IV. Prioritas Diagnosa Keperawatan Keluarga
1. Pemberian skor pada masalah kerusakan penatalaksanaan kebersihan rumah pada keluarga bapak WS di banjar batur peguyangan kaja wilayah kerja Pustu Peguyangan Kaja Denpasar Barat.
No | Kriteria | Perhitungan | Skor | Pembenaran |
1
2
3
4 | Sifat masalah aktual
Kemungkinan masalah untuk dirubah : hanya sebagian Potensial masalah untuk dicegah : cukup Menonjolnya masalah : masalah tidak dirasakan | 3/3 x1
½ x 2
2/3 x 1
0/2 x 1 | 1
1
2/3
0 | - Satu kamar ditempati oleh 4 orang, rumah terbuat dari batako yang belum diplester, tembok rumah dan kaca rumah tampak kotor. Halaman rumah juga tampak kotor juga halaman rumah masih banyak trlihat sampah. - Motivasi ada tapi keadaan tidak mendukung
- Kalau dibiarkan akan merusak keindahan lingkungan dan dapat menimbulkan penyakit - Keluarga tidak memandang keadaan tersebut sebagai suatu yang mengancam kehidupan keluarga |
Total | 2 2/3 |
2. Pemberian skor pada masalah pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada keluarga bapak WS di banjar batur peguyangan kaja wilayah kerja Pustu Peguyangan Kaja Denpasar Barat.
No | Kriteria | Perhitungan | Skor | Pembenaran |
1.
2.
3.
4. | Sifat masalah aktual
Kemungkinan masalah untuk dirubah : hanya sebagian Potensial masalah untuk dicegah : tinggi Menonjolnya masalah : masalah dirasakan dan perlu penanganan segera | 3/3 x 1
½ x 2
3/3 x1
2/2 x1 | 1
1
1
1 | - Keluarga sudah tahu anaknya menderita gizi buruk tapi tidak bias merawat di rumah
- BB anak 7 Kg , normalnya 10- Kg
- Kalau tidak ditanggulangi akan berpengaruh pada tumbang anak - Keluarga sangat khawatir dengan keadaan anaknya, khususnya ibunya |
Total | 4 |
Jadi Prioritas Diagnosa Keperawatan:
1. Perawatan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga dalam merawat anak yang sakit ditandai dengan keluarga mengatakan mereka mengetahui bahwa anak bungsunya mengalami gangguan pemenuhan gizi (gizi buruk) dari petugas kesehatan, keluarga mengatakn tidak pernah membuat menu khusus/diet untuk anaknya dan KAW telahdiberikan nasi sejak umur 1 tahun, BB KAW yang berumur 16 bulan adalah 7 Kg.
2. Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan rumah ditandaai dengan keluarga mengatakan bahwa 1 kamar ditempati oleh bapak WS, istrinya dan 2 orang anaknya. Satu kamar ditempati oleh anak pertamanya dan 1 kamar lagi ditempati oleh kakak bapak WS. Rumah bapak WS terbuat dari batako yang belum di plester, tembbok rumah dan kaca rumah tampak kotor dan di sekitar halaman rumah masih tampak banyak sampah.
V. Rencana Asuhan Keperawatan
No | Dx Kep | Tujuan | Kriteria | Standar | Rencana tindakan |
2
1 | Kerusakan pelaksanaan pemeliharaan rumah b/d ketidak mampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan rumah
Perawatan kesehatan tidak efektif b/d ketidakmampuan keluarga dalam merawat anak yang sakit di rumah. | Tupan : Setelah diberikan askep selama 4 hari diharapkan keluarga dapat memelihara dan menata lingkungan agar tetap bersih Tupen 1 : Keluarga dapat mengenal dan mengerti cara menata dan memelihara lingkungan.
Tupen 2 : Keluarga mampu mengambil keputusan untuk menata dan memelihara lingkungan
Tupen 3 : Keluarga mampu manata ulang dan memelihara lingkungan rumah
Tupen 4 : Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang dapat menunjang kesehatan
Tupen 5 : Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di dalam penataan dan pemeliharaan lingkungan
Tupan : Setelah diberikan askep selama 1 minggu diharapkan keluarga mampu melakukan perawatan kesehatan yang efektif
Tupen 1 Keluarga mampu mengenal masalah gizi buruk.
Tupen 2 Keluarga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk menangani masalah gizi buruk pada anaknya.
Tupen 3 Keluarga mampu malakukan perawatan anak dengan gizi buruk.
Tupen 4 Keluarga dapat memodifikasi lingkungan untuk mengatasi gizi buruk.
Tupen 5 Keluarga dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan secara tepat untuk mengatsai masalah gizi buruk
|
Verbal
Non verbal
Verbal
Verbal
Non verbal
Prilaku
Verbal
Non verbal
Prilaku
Verbal
Non verbal
Prilaku
Verbal
Non verbal
Verbal
Verbal
Non Verbal
Perilaku
Verbal
Non verbal
Perilaku
Verbal
Non Verbal
Perilaku |
- Keluarga kooperatif dan tidak meninggalkan tempat diskusi
- Keluarga mengungkapkan merawat anak hingga status gizi anak baik
- Keluarga kooperatif dan tidak meninggalkan tempat diskusi
- Keluaraga mampu mempertahankan status gizi anak
|
|
VI. Implementasi dan Evaluasi
No | Waktu | Dx/Tupen | Implementasi | Evaluasi |
1
2 | Kamis 27/9/2007 Pk. 09.00
Kamis 27/9/2007 Pk. 09.00
Jumat 28/9/2007 Pk. 09.00
Sabtu 29/9/2007 Pk. 09.00
Minggu 30/9/2007 Pk. 09.00
Senin 1/10/2007 Pk. 09.00
Selasa 2/10/2007 Pk. 09.00
Rabu 3/10/2007 Pk. 09.00
Kamis 4/10/2007 Pk. 09.00 | 1/Tupen1
1/Tupen 2
1/Tupen 3
1/ Tupen 4
1/ Tupen 5
2/Tupen 1
2/Tupen 2
2/Tupen 3&4
2/Tupen 5 | Memberikan HE tentang pengertian, penyebab, gejala, perawatan anak dengan gizi buruk
Memberi motivasi keluarga untuk melakukan perawatan secara efektif untuk anaknya
-Anjurkan keluarga untuk membuat menu khusus/diet untuk anaknya -Menganjurkan keluarga untuk melakukanpengukuran BB dan status gizi secara continue
-Menganjurkan keluarga untuk membersihkan lingkungan seperti menyapu lantai, mengepel, menghindari bau yang tidak sedap yang tujuannya untuk menciptakan lingkun gan yang baik sehingga memberikan suasana yang nyaman untuk makan
-Menganjurkan keluarga untuk melakukan control BB dan status gizi ke puskesmas setiap1 bulan sekali -Menganjurkan keluarga apabila terjadi masalah kesehatan untuk memeriksakan diri ketempat pelayanan kesehatan
-Menggali kemampuan keluarga tentang lingkungan sehat -Memberikan pujian kepada keluarga bila mampu menyebutkan cara memelihara lingkungan (mengolah sampah) Menjelaskan kepada keluarga tentang lingkungan sehat
-Menggali kemampuan keluarga tentang cara pengambilan keputusan, diskusi, cara menata dan memelihara lingkungan Menjelaskan cara menata lingkungan (pengolah sampah)
-Menggali kemampuan keluarga dalam memelihara lingkungan dan memodifikasi lingkungan (pengolahan sampah) -Memberi motifasi pada keluaarga agar memelihara lingkungan bersih -Menjelaskan pada keluarga agar mau menata ulang lingkungan (tempat pembuangan sampah)
-Berdiskusi dengan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang ada -Menjelaskan pada keluarga fasilitas kesehatan yang ada -Memberi motivasi pada keluarga untuk memenfaatkan fasilitas kesehatan yang ada | S = Keluarga dapat menjelaskan kembali O = Keluarga kooperatif dan mau aktif bertanya A = Tujuan 1 tercapai P = Lanjutkan tupen 2 S = Keluarga dapat menjelaskan cara perawatan secara efektif untuk anaknya O = Keluarga melakukan perawatan secara efektif untuk anaknya A = Tujuan 2 tercapai P = Lanjutkan tupen 3 S = Keluarga dapat membuat menu khusus untuk anaknya O = Keluarga bias menimbang BB anaknya dengan menghitung status gizi secara continue A = Tujuan 3 tercapai P = Lanjutkan tupen 4 S = Keluarga dapat menjelaskan cara membersihkan lingkungan seperti menyapu, mengepel, menghindari bau yang tidak sedap dan tujuannya O = Keluarga membersihkan lingkungan, menyapu, mengepel, menghindari bau A = Tujuan 4 tercapai P = Lanjutkan tupen 5 S = keluarga mengatakan telah melakukan control BB dan status gizi dan apabila terjadi masalah memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan O = Keluarga pergi kepuskesmas/pelayanan kesehatan untuk memeriksakan keluarganya A = Tujuan 5 tercapai P = Pertahankan kondisi
S = Keluarga dapat menjelaskan kembali tentang lingkungan sehat serta mampu menyebutkan kembali cara memelihara lingkungan (mengolah sampah) O = keluarga kooperatif, aktif bertanya, dan tidak meninggalkan tempat diskusi pada saat diskusi berlangsung A = Tujuan 1 tercapai P = Lanjutkan pada tupen 2 pada hari selasa 2/10/2007 S = Keluarga dapat menjelaskan kembali bagaiman cara menata lingkungan (pengolahan sampah) dan mau menata lingkunga O = keluarga kooperatif, aktif bertanya, dan tidak meninggalkan tempat diskusi pada saat diskusi berlangsung A = Tujuan 2 tercapai P = Lanjutkan pada tupn 3 hari rabu 3/10/2007 S = Keluarga mau memelihara lingkungan dan menata lingkungannya(mau mengolah sampahnya) O = keluarga kooperatif, aktif bertanya, dan tidak meninggalkan tempat diskusi A = Tupen 3 & 4 tercapai P = Lanjutkan tupen 5 pada hari kamis, 4/10/2007 S = Keluarga berjanji akan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada tidak hanya puskesmas tetepi juga rumah sakit O = keluarga kooperatif, aktif bertanya, dan tidak meninggalkan tempat diskusi pada saat diskusi berlangsung A = Tujuan tercapai P= Pertahankan kondisi
|
INFEKSI SISTEMIK PADA PASIEN
BEDAH SARAF YANG DIRAWAT INTENSIF
PATOGENESIS DAN PENCEGAHAN INFEKSI SISTEMIK
PADA PASIEN KRITIS
Perlunya perawatan intensif pasien bedah saraf kritis
berakibat secara fungsional mengumpulkan banyak pasien
pada ruangan yang relatif kecil. Dengan seringnya
intervensi perawatan, berakibat penyebaran organisme
dari pasien kepasien. Teori penanggulangan infeksi
mutakhir mengira infeksi silang oleh perawat, dokter,
dan staf lainnya menjadi medium utama penyebaran
bakteri nosokomial. Tangan berperanan penting pada
Tabel 8-1
Sitokin Utama Yang Berperan Pada Sistema Pertahanan Tubuh
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sitokin Sumber Pengaruh
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Interferon Alfa Makrofag Hambat proliferasi sel, aktifkan sel pembunuh alamiah (NK cells)
Faktor Nekrosis Tumor (TNF) Makrofag Rangsang pelepasan reaktan fase akut; Rangsang produksi IL-1;
Induksi demam, kemotaksis neutrofil, dan katabolisme otak
Interleukin 1 (IL-1) Makrofag Aktifkan sel T; Tingkatkan sintesis limfokin;
Induksi demam, kemotaksis neutrofil
Interleukin 6 (IL-6) Makrofag dan Sel T Rangsang pertumbuhan sel B dan T; Aktifkan sel B matang
Interleukin 2 (IL-2) Sel T Rangsang pertumbuhan dan aktifkan limfosit
Interleukin 4 (IL-4) Sel T CD4 Rangsang pengaktifan dan pertumbuhan limfosit dan makrofag
Interferon Gamma Sel T Aktifkan makrofag, dan sel NK
Interleukin 5 (IL-5) Sel T Aktifkan eosinofil dan sel B
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
infeksi silang dan mencuci tangan adalah 'satu-satunya
tindakan terpenting untuk mencegah infeksi nosokomial'.
Sayangnya disiplin mencuci tangan pada perawat dan
dokter sangat buruk. Walau pemakaian gaun pelindung
adalah bijaksana, kebijaksanaan dan tindakan higienis
lain seperti pemakaian masker, topi, pelapis sepatu,
penyemprotan disinfektan, penyinaran ultraviolet,
karpet yang lengket, pengawasan bakteriologis, dan
aliran udara laminer saat ini dianggap kuno.
Semua komponen sistema pertahanan tubuh dapat
terganggu pada pasien yang dirawat intensif. Sawar
epitel rusak melalui berbagai cara; epidermis dapat
rusak karena cedera atau tindakan bedah, dan mukosa
dapat cedera oleh pipa endotrakheal, pipa nasogastrik,
dan kateter uretra. Karena beratnya penyakit, kateter
vaskuler terpasang sering diperlukan dan membawa risiko
invasi mikrobial. Durasi pemasangan jalur periferal
pada satu tempat serta perawatan terhadap tempat
pemasangan berhubungan langsung dengan kemungkinan
sepsis. Jalur sering dipasang saat keadaan emergensi.
Semua kateter harus dipindahkan ketempat yang lebih
terpantau dan dengan tindakan aseptik sesegera mungkin.
'Center for Disease Control' menganjurkan cairan
intravena diganti setiap hari, sedangkan selang dan
kateter intravena diganti setiap 2-3 hari, dan kateter
arterial diganti tiap 4 hari untuk mencegah sepsis.
Tindakan profilaktik lain adalah mengganti sirkit
ventilator setiap 2 hari. Peningkatan pemakaian kateter
vena sentral tiga lumen berakibat meningkatnya sepsis.
Hubungan temporal antara saat memasang kateter, onset
kolonisasi kateter, dan onset sepsis telah diketahui,
dan mengganti jalur intravaskuler letak sentral setiap
7 hari mengurangi sepsis yang berhubungan dengan jalur.
Pasien kritis mekanisme pertahanannya sangat
terganggu dalam mempertahankan homeostasis orofaring.
Dalam keadaan normal orofaring merupakan koloni
bakteria anaerob nonpatogen (mikroflora residen) dan
terkadang sejumlah kecil Staphylococcus, Streptococcus,
dan Haemophylus sp. Pertumbuhan bakteria patogen, virus
dan ragi yang baru tertelan dihambat oleh lingkungan
yang diciptakan oleh mikroflora dan oleh refleks
orofaring dengan salivasi dan menelan. Penggunaan yang
sering agen antimikrobial, terutama penisilin, membunuh
mikroflora residen anaerob hingga merusak mekanisme
pertahanan yang penting ini. Pasien bedah saraf sering
memiliki gangguan salivasi dan menelan karena gangguan
kesadaran. Telah dibuktikan hampir semua infeksi
nosokomial didahului kolonisasi orofaring oleh bakteria
penginfeksi.
Pasien trauma dan pasca bedah sering mengalami
ileus serta telah terbukti bahwa peristaltik membantu
mengurangi kolonisasi mikroba patogen pada traktus GI.
Yang umum digunakan untuk mengurangi keasaman lambung
pada pasien koma adalah antasida dan antagonis H2, yang
terbukti berperan pada kolonisasi lambung oleh bakteri
patogen gram negatif. Kolonisasi sering 24-48 jam
setelah pasien masuk dan biasanya didahului kolonisasi
orofaring. Penelitian mutakhir memperlihatkan bahwa
peninggian pH hingga lebih dari 4 oleh antasida dan
antagonis H2 tidak memperlihatkan manfaat dalam hal
pembentukan ulkus. Dengan majunya agen-agen pelindung
lambung yang efektif seperti sukralafat, dianjurkan
penghentian pemakaian antasida dan antagonis H2 untuk
pencegahan ulkus.
Refleks 'gag' dan batuk membantu terciptanya
keadaan asepsis sistema bronkhopulmoner. Mekanisme
pertahanan ini sering terganggu atau hilang pada pasien
bedah saraf, mempermudah aspirasi. Tindakan seperti
pemasangan pipa nasogastrik dan intubasi jalan nafas
juga membawa mikroba orofaring patogen kesistema
pulmoner. Dihipotesakan bahwa bahwa infeksi nosokomial
dapat dicegah dengan menghambat kolonisasi bakteria
patogen dan fungi diorofaring. Insidens pneumonia
nosokomial pada pasien gawat yang diintubasi turun dari
15-59 hingga 3-8 % dengan pemakaian lokal tobramisin,
polimiksin E dan amfoterisin B berupa pasta pada
orofaring dan berupa larutan kedalam pipa gastrik. Juga
terjadi pengurangan kasus infeksi traktus kemih dan
sepsis dengan cara ini. Tidak pernah dilaporkan adanya
strain basiler gram negatif yang resisten akibat
antimikrobial enteral yang tak diabsorbsi ini. Tentu
terapi ini akan bermanfaat pada pasien bedah saraf yang
mendapatkan intubasi jangka lama seperti pasien cedera
otak dan pasien perdarahan subarakhnoid derajat parah.
Kesimpulan, pencegahan infeksi adalah dengan
mengurangi risiko, mencegah infeksi silang, tehnik
aseptik optimum, dan pemberian terapi tepat bila timbul
infeksi.
PNEUMONIA
Seperti telah dikatakan diatas, penurunan kesadaran
dengan keharusan intubasi endotrakheal menjadi pre-
disposisi timbulnya infeksi pulmoner nosokomial pada
pasien bedah saraf yang gawat. Demam, leukositosis
perifer dan memberatnya hipoksemia merupakan tanda-
tanda yang biasa dijumpai. Foto sinar-x dada bisa
memperlihatkan infiltrat yang baru, namun proses
pulmoner yang mendasari membuat interpretasi menjadi
sulit. Pewarnaan Gram terhadap sputum dengan sedikit
kontaminasi sel-sel epitelial berlapis gepeng sangat
penting; adanya jumlah yang besar dari neutrofil
mendukung diagnosis pneumonia, dan organisme predominan
biasanya bisa disaksikan.
Tindakan terhadap pneumonia harus dituntun oleh
hasil biakan. Sementara hasil kultur belum ada,
pengetahuan epidemiologis lokal sering bermanfaat dalam
menentukan tindakan awal. Sering organisme tertentu
'bersirkulasi' diruangan; kewaspadaan akan hal tersebut
menuntun terapi segera. Bila tidak ada organisme
predominan, pendekatan umum adalah tindakan secara
empiris terhadap organisme yang mungkin paling sulit,
P. aeruginosa, menunggu hasil kultur. Penisilin anti-
pseudomonal dikombinasi dengan aminoglikosida, atau
monoterapi dengan seftazidim dianjurkan. S. aureus bisa
sebagai penyebab infeksi pulmoner dan adanya organisme
yang tampilannya menyerupai stafilokokus memerlukan
penambahan antibiotik tahan penisilinase, beta laktam
atau vankomisin.
Toilet pulmoner ketat dan hidrasi yang memadai
merupakan tindakan tambahan yang penting, walau hidrasi
terkadang dikontraindikasikan pada beberapa pasien
bedah saraf. Penggunaan bed yang berosilasi bermanfaat
mencegah pneumonia pada pasien dengan cedera tumpul dan
merupakan tindakan tambahan yang bermanfaat pada
infeksi pulmoner yang telah terjadi. Walau telah dengan
tindakan agresif, mortalitas tetap tinggi pada
pneumonia nosokomial.
SINUSITIS
Sering sulit didiagnosis pada pasien gawat karena tidak
dapat mengeluhkan nyerinya. Sinusitis nosokomial harus
diperkirakan pada pasien dengan demam dan leukositosis
yang tidak dapat dijelaskan. Faktor risiko utama adalah
pipa nasogastrik dan nasotrakheal, terutama pada in-
tubasi jangka lama. Fraktura tengkorak dan sumpal
hidung dapat berperan. Patogen respiratori atas
tradisional adalah H. inflenzae dan S. pneumoniae,
namun patogen gram negatif nosokomial sering terjadi.
Sinusitis memerlukan terapi tepat karena komplikasi
intrakranialnya, seperti osteomielitis, empiema sub-
dural, meningitis, dan abses otak memiliki insidens 4
persen.
INFEKSI GENITOURINER
Infeksi traktus kemih sering terjadi diruangan serta
sering merupakan fokus dari bakteremia sekunder.
Kateterisasi kandung kemih adalah yang paling
bertanggung-jawab atas terjadinya bakteriuria. Risiko
infeksi berhubungan dengan lamanya kateterisasi kandung
kemih dan sistema drainasi uriner yang tidak tertutup.
Semua usaha harus dilakukan untuk mengurangi lamanya
kateterisasi dan memakai tehnik aseptik saat mengambil
spesimen. Penggunaan antibiotik dan antimikroba
profilaktik tidak efektif untuk menjaga kesterilan
kateter indwelling. Urinalisis serta biakan tetap
merupakan patokan diagnosis. Infeksi patogen tersering
adalah batang gram negatif enterik, P. aeruginosa dan
Streptococcus faecalis.
BAKTEREMIA
Bakteremia pada pasien parah tersering sekunder atas
fokus di traktus uriner, kulit, jaringan lunak, atau
paru-paru. Bila tidak ada fokus yang jelas, peralatan
intravaskuler yang terinfeksi harus dipersangkakan dan
dilakukan biakan semikuantitatif dari tip kateter.
Organisme seperti Staphylococcus epidermidis,
S. aureus, dan Candida sp. adalah patogen tersering;
namun basil gram negatif tetap harus diperhitungkan.
Terapi atas persangkaan bakteremia akibat alat
intravaskuler adalah kombinasi vankomisin dengan
sefalosporin generasi ketiga, agen pertama untuk
S. epidermidis, juga terhadap S. aureus yang tahan
metisilin yang kasusnya meningkat pada banyak rumah
sakit. Terapi kemudian disesuaikan dengan hasil b
dan hasil tes sensitifitas.